Era Digital Terhadap Azas Demokrasi

Digitalisasi demokrasi merupakan arena baru dinamika politik; sarana baru bagi warga negara menginterupsi pemerintah, wahana baru bagi aktivis menggalang aspirasi, media sosialisasi program pemerintah, alat kampanye partai politik, meja pendaftaran calon pekerja bagi perusahaan bahkan tempat pasang iklan para dukun yang menyediakan jasa santet maupun pemenangan pemilu.

Demokrasi di era digital berarti orang dapat berpendapat bebas di sebuah media informasi. Demokrasi akan terus menyebar, mengakar dan tumbuh dengan lebih agresif dibandingkan dengan sejarah demokrasi pada abad sebelumnya. Saat ini kekuasaan mengalami desakralisasi gila-gilaan, rakyat dengan mudah mencaci atau sekadar bercanda dengan para elit negara. Negara-negara otoriter, represif, dan fasis sedang menghadapi tantangan gelombang demokratisasi dalam skala global. Masyarakat dengan mudah bisa mengkritik pemerintah melalui status maupun meme yang dibuat se-kocak mungkin di sosial media. Bullying yang dikemas dalam bentuk gambar pun kerap hadir di tengah-tengah sosial media yang digunakan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah hingga setiap prilaku dari para pejabat pemerintah.

Akibatnya, demokrasi di Indonesia layaknya reality show saling adu foto ibadah, saling adu kegantengan, saling adu cerita keluarga, saling adu kisah cinta, saling adu kisah sedih dan rakyat hanya jadi penonton dengan berbagai komentar di Twitter, Facebook, Path, Instagram untuk para “artis politik” di panggung demokrasi. Semua hanya soal citra diri bukan berdebat soal ideologi apalagi mengkoreksi atau menguji konsep implementasi visi-misi menata NKRI.

Inilah kondisi demokrasi yang sedang dihadapi oleh aktivis, akademisi dan politisi yang lahir di era digital. Digitalisasi demokrasi tidak dapat dihindarkan, mau tidak mau setiap orang akan “dipaksa” untuk berintegrasi dan beradaptasi menjadi warga negara digital atau netizens. Seperti beberapa pengalaman terjadinya proses digitalisasi demokrasi yang memunculkan berbagai peristiwa politik seperti kampanye #savekpk #savepolri #ShameOnYouSBY, revolusi Mesir, occupy wall street dan kemunculan petisi online change.org.

Meskipun digitalisasi demokrasi sudah menunjukan kemungkinan intervensi politik dari berbagai gejala dan peristiwa, wajah demokrasi di masa depan tetap ditentukan oleh hasil dialektika warga negara dengan negara. Bisa jadi, negara akan membajak ruang partisipasi digital dan tidak menutup kemungkinan ternyata warga negara hanya tetap menjadi komentator yang bersembunyi dibalik keyboard komputer.

Konsep Demokrasi Digital 

Pada zaman elektronik, konsep virtual mempunyai banyak arti. Selain dalam arti seperti tersebut di atas, dunia virtual juga sering disebut sebagai sebagai dunia simulasi; seperti yang dihadirkan oleh sinema atau komputer grafik. Ada pandangan lainnya yang mensejajarkannya dengan ruang saiber atau internet.

Ada juga yang memahami dunia virtual sebagai informasi (teks) dan imagi yang dihadirkan oleh media (televisi, majalah atau koran), yang virtual dalam konteks ini merupakan (re)- presentasi dari dunia aktual. Yang aktual divirtualkan. Sebenarnya dari semua definisi di atas dipahami adanya satu kesamaan, bahwa yang virtual tak pernah hadir begitu saja ia selalu dikonstruksikan, manusia selalu memvirtualisasikan kenyataan. Proses virtualisasi bukanlah sesuatu yang sifatnya alamiah. Karena ia mengandaikan sebuah upaya menampilkan kembali secara etis, politis, dan estetis segala yang aktual (kenyataan sesungguhnya) ke dalam sebuah medium.

Ruang ini secara etis dan politis memang kacau balau, tapi tak dapat dimungkiri di sinilah kita mengerti secara tentatif apa itu kebebasan – dalam arti anarki atau kebebasan absolut. Kebebasan dikatakan ada dalam ruang cyber karena memang dalam ruang ini tak ada relasi kekuasaan yang menentukan sesuatu secara etis, estetis dan politis. Dari yang suci sampai yang terkutuk ada dalam ruang ini. Virtualisasi kenyataan dalam sinema, televisi atau internet dalam arti tertentu memang telah mengaburkan cara pandang manusia tentang dunianya. Yang aktual misalnya secara ontologis bisa melebur dengan yang virtual lewat teknologi satelit. Karenanya ia mempunyai efek yang cukup mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

FUNGSI

McQuail mengemukakan fungsi-fungsi media massa sebagai pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana intergrasi dan interaksi sosial dan sebagai sarana hiburan (Denis McQuail, 2000).

Selain sebagai pemberi informasi media massa juga berfungsi sebagai pemberi identitas pribadi khalayak. Sebagai pemberi identitas pribadi, media massa juga berfungsi sebagai model perilaku. Model perilaku dapat kita peroleh dari sajian media. Apakah itu model perilaku yang sama dengan yang kita miliki atau bahkan yang kontra dengan yang kita miliki. Selain berfungsi menjadi model perilaku, sebagai pemberi identitas media massa juga berfungsi sebagai sarana untuk mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media). Manusia memiliki nilai-nilai hidupnya sendiri yang pada gilirannya akan ia gunakan untuk melihat dunia. Namun manusia juga perlu untuk melihat nilai-nilai yang diciptakan oleh media. Seperti yang kita ketahui, media membawa nilai-nilai dari seluruh penjuru dunia. Implikasinya adalah konsumen media dapat mengetahui nilai-nilai lain di luar nilainya.

Fungsi lain media massa sebagai pemberi identitas, dimana media merupakan sarana untuk meningkatkan pemahaman mengenai diri sendiri. Untuk melihat serta menilai siapa, apa dan bagaimana diri kita, pada umumnya dibutuhkan pihak lain. Kita harus meminjam kacamata orang lain. Media dapat dijadikan sebagai salah satu kacamata yang dipergunakan untuk melihat siapa, apa serta bagaimana diri kita sesungguhnya. Bersosialisasi dengan orang lain di saat kita tidak berusaha untuk mengadakan komunikasi dengan orang tersebut merupakan hal yang sulit.

Fungsi media massa sebagai hiburan. Berkaitan dengan itu media massa menjalankan fungsinya sebagai pelepas khalayak dari masalah yang sedang dihadapi. Rasa jenuh di dalam melakukan aktivitas rutin pada saat tertentu akan muncul.

Media massa juga dapat berfungsi sebagai pengisi waktu, dimana ini juga termasuk fungsi media massa sebagai sarana hiburan bagi khalayak. Kadang orang melakukan sesuatu tanpa ada tujuan. Mengkonsumsi media massa tanpa memiliki tujuan adalah salah satunya dalam penyaluran emosi.

Ini merupakan fungsi lain dari media massa sebagai sarana hiburan. Emosi pasti melekat dalam diri setiap manusia. Dan layaknya magma yang tersimpan di dalam perut bumi, emosi ada saatnya untuk dikeluarkan. Emosi butuh penyaluran, dan salah satu salurannya adalah dengan mengkonsumsi media massa atau bahkan memproduksi media yang senada dengan emosinya.

Berdasarkan fungsi-fungsi media massa yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikatakan pula bahwa media massa memiliki peran di dalam menciptakan apa yang disebut dengan daya tarik seks (sex appeal). Mengenai hal ini dapat diasumsikan bahwa fungsi media massa sebagai salah satu sarana pembangkit gairah seks adalah fungsi yang paling dapat menjelaskan mengapa media massa dipandang berperan di dalam menciptakan apa yang berkaitan dengan seks. Entah itu standarisasi daya tarik seks yang perlu dimiliki seseorang, apa yang perlu dilakukan untuk mendapat daya tarik seks yang tinggi, apa yang akan didapat dengan memiliki daya tarik seks tertentu, dan sebagainya.

Media Digital Tradisional

Di berbagai daerah di Indonesia, media komunikasi tradisional tampil dalam berbagai bentuk dan sifat, sejalan dengan variasi kebudayaan yang ada di daerah-daerah itu

Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. Dalam pengertian yang lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai kesenian rakyat. Dalam hubungan ini Coseteng dan Nemenzo (dalam Jahi, 1988) mendefinisikan media tradisional sebagai bentuk-bentuk verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal atau diakrabi rakyat, diterima oleh mereka, dan diperdengarkan atau dipertunjukkan oleh dan/atau untuk mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar, dan mendidik.

Ragam Media Tradisional :
  1. Cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng); 
  2. Ungkapan rakyat (peribahasa, pemeo, pepatah); 
  3. Puisi rakyat; 
  4. Nyayian rakyat; 
  5. Teater rakyat; 
  6. Gerak isyarat (memicingkan mata tanda cinta); 
  7. Alat pengingat (mengirim sisrih berarti meminang); dan 
  8. Alat bunyi-bunyian (kentongan, gong, bedug dan lain-lain).
Fungsi Media Tradisional :
  1. Sebagai sistem proyeksi 
  2. Sebagai penguat adat masyarakat
  3. Sebagai alat pendidik 
  4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi.
Media Digital Modern

Media digital modern merupakan bentuk media elektronik yang menyimpan data dalam wujud digital, bukan analog. Pengertian dari media digital dapat mengacu kepada aspek teknis (misalnya harddisk sebagai media penyimpan digital) dan aspek transmisi (misalnya jaringan komputer untuk penyebaran informasi digital), namun dapat juga mengacu kepada produk akhirnya seperti video digital, audio digital, tanda tangan digital serta seni digital.

Contoh contoh Media Digital Modern :
  1. Youtube.com
  2. Vidio.com
  3. Facebook.com
  4. Twitter.com
Fungsi :
  1. Mendapatkan Informasi terkini 
  2. Mencari ilmu 
  3. Mencari hiburan
Contoh Kasus :Elektronik Votes In Haiti
Indonesia memasuki sebuah terobosan baru dalam dunia informasi dan komunikasi. Indonesia merupakan negara berkembang yang mulai memanfaatkan media informasi dan komunikasi khususnya intrernet sebagai media komunikasi, transaksi elektronik dan lain sebagainya. Maka dari itu dibuatlah undang-undang No.11 tahun 2008 pada tanggal 25 Maret 2008. Undang – undang ini berfungsi untuk menjawab permasalahan hukum yang seringkali dihadapi, diantaranya penyampaian informasi, komunikasi dan transaksi secara elektronik.

SUMBER
https://nabillanurfadliana.wordpress.com/2016/10/10/demokrasi-di-era-digital/
http://tubagusagastha.blogspot.co.id/2015/10/demokrasi-di-era-digital_7.html 
http://asitedan.blogspot.co.id/2015/10/demokrasi-di-era-digital.html 
http://demosindonesia.org/2015/02/digitalisasi-demokrasi/

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Era Digital Terhadap Azas Demokrasi"

Post a Comment